Masjid Agung Demak |
Ada beberapa teori tentang keberadaan Keraton Demak. Bekas Keraton Kesultanan Demak itu tidak ada. Kemungkinan ini disimpulkan dari keterangan bahwa Raden Patah menyebarkan Islam di Demak semata-mata untuk kepentingan Islam.
Pendirian Masjid Agung Demak yang dilakukan bersama para Walisanga merupakan simbol Kesultanan Demak. Sedangkan kediaman Raden Patah bukan berupa istana megah, melainkan rumah biasa yang diperkirakan berletak di sekitar stasiun kereta api sekarang.
Teori kedua, mengingat letak masjid pada umumnya tak terlampau jauh dari istana, letak Keraton Demak diperkirakan berada di tempat yang sekarang berdiri Lembaga Pemasyarakatan, yakni di sebelah timur alun-alun. Kemungkinan ini didasarkan pada nama-nama perkampungan yang diduga memiliki latar belakang historis seperti Setinggi (Sitihinggil), Betengan, Pungkuran, Sampangan, dan Jogoloyo.
Teori ketiga, letak Istana Demak berhadapan dengan Masjid Agung, menyeberangi sungai, ditandai adanya dua pohon pinang
Tim peneliti dari Fakults Sastra Undip tahun 1994-1995 menyimpulkan bahwa lokasi Keraton Demak berada di dekat Masjid Agung dan alun-alun. Ditinjau dari segala aspek, baik secara historis, kultural, ekologis, politis, dan ekonomis, keraton Demak paling relevan berada di sebelah selatan, bagian timur alun-alun, menghadap ke utara, pada lokasi yang oleh masyarakat setempat disebut Setinggil. Itulah hasil penelitian tim pencarian pusat dan tata letak pemerintahan kerajaan islam Demak yang dipimpin Ir Sudjadi.
Tak ada satu pun buku, literatur, legenda, maupun babad yang mennyinggung perihal fisik Keraton Demak. Berdasarkan hasi tes geolistrik, yakni pemetaan wilayah menggunakan foto udara, juga hasil diskusi para peneliti, disimpulkan bahwa Keraton Kesultanan Demak berada di sekitar Masjid Agung yang sekarang berdiri Kantor Kejaksaan Negeri. Di lokasi ini pernah ditemukan juga keramik-keramik dari masa Kesultananan Demak.
Banyak pihak yang memiliki pandangan berbeda tentang posisi yang pasti letak keraton Bitu. Persoalan tersebut juga pernah menjadi bahan kajian menarik dalam seminar bertema ’’Mengungkap Silsilah dan Situs Kerajaan Demak’’ yang diadakan LSM Gelora di aula Gedung DPRD Demak, beberapa waktu lalu. Tampil sebagai pembicara Prof Dr Wasino M Hum (guru besar sejarah Unnes) Prof Dr H A Sutarmadi ((UIN Syarif Hidayatullah), Drs H Masrun M Nor MH, Triyanto Triwikromo (Redaktur Suara Merdeka) dan R Sumito Joyo Kusumo.
Prof Wasino mengungkapkan, runtuhnya kerajaan Demak terjadi beberapa waktu setelah wafatnya Sultan Trenggono. Saat itu, terjadi konflik keluarga. Ketika situs keraton Demak yang tinggal reruntuhan dihancurkan oleh pemerintahan Belanda pada masa Gubernur Jenderal Daendels. Kemungkinan batu bata dan pondasi keraton dipakai untuk landasan membuat jalan raya Anyer –Panarukan. Posisi keraton dipakai untuk jalan dari arah Semarang hingga ke Demak.
“Posisi situs kerajaan itu berada di sebelah alun-alun Demak yang sekarang menjadi jalan raya. Situs tersebut telah hancur sejalan dengan perkembangan Jalan Daendels yang telah merobohkan bekas keraton,” kata Rudy J, pengamat budaya Demak.
Bekas istana semakin hilang pada akhir abad ke XIX, bertepatan dengan pembuatan jalur kereta api Semarang-Juwana melalui Demak. Pembuatan jalur kereta api tepat melalui pusat kerajaan (keraton) Demak. ’’Jadi situs bangunan kerajaan Demak ini kemungkinan sudah lenyap tertimbun bangunan lain,’’ katanya.
Hasil penelitian tim pencari pusat dan tata letak pemerintahan kerajanaan Islam menyebutkan hasil tes geolistrik atau pemetaan wilayah melalui udara, posisi kerajaan berada di lahan yang kini dipergunakan untuk kantor Kejaksaan Negeri. Di situ juga pernah ditemukan keramik-keramik keraton. Kemungkinan lain keraton berada di tanah yang dipakai untuk SMPN 2 Demak.
0 komentar:
Posting Komentar